PEMAKAMAN JENAZAH MUSLIM
ุจูุณูููููููููููููููููู
ู
ุง๏ทฒูุงูุฑููุญูู
ููู ุงุงุฑููุญููู
Kata Pengantar
Kematian adalah sesuatu
hal yang pasti terjadi pada makhluk hidup yang telah diciptakan Allah SWT.
Dalam hidup kita pasti sering melihat iring โ iringan orang mengantar jenazah
atau bahkan kita sendiri turut menghadiri pemakaman seseorang.
Dalam
sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: โSiapa
yang mengantarkan jenazah seseorang muslim dengan iman dan ihtisab sampai
menshalatkannya dan selesai penguburannya, sesungguhnya dia akan kembali dengan
membawa 2 qirath. Masing โ masing qirath seperti Gunung Uhud. Siapa yang
menshalatkannya saja kemudian pulang sebelum dikuburkan, sesungguhnya dia
pulang membawa 1 qirath.โ (HR. Bukhari)
Orang
mati sudah ada semenjak dahulu, namun proses pengurusan jenazah banyak kita
saksikan masih berampur baur antara syariโat dengan adat setempat. Hal ini
disebabkan karena para tokoh mengajarkan dan mencontohkan tidak sesuai
syariโah, namun menambahinya dengan sesuatu yang berdasarkan akal yang dianggap
baik, lalu kemudian hal ini terjadi turun menurun.
Mengantarkan dan Menguburkan Jenazah
dianjurkan para wali mayit memberitahukan kepada orang-orang yang beriman akan
kematian orang yang beriman supaya menghadiri jenazahnya, menshalatkannya dan
memohonkan ampunan baginya.
1. Waktu-Waktu memakamkan Jenazah
A. Waktu malam hari.
Jumhur ulama berpendapat bahwa menguburkan di waktu malam itu sama
saja halnya dan tak ada ubahnya dengan di waktu siang. Rasulullah saw. telah
menguburkan seorang laki-laki yang biasa berdzikir di waktu malam dengan secara
keras. Begitupun Ali menguburkan Fathimah ra . di malam hari. Dan Abu Bakar, Utsman, 'Aisyah dan Ibnu Mas'ud juga dikuburkan pada malam hari.
Tapi menguburkan di waktu malam itu diperbolehkan hanyalah bila tidak berakibat
hilangnya suatu pun dari hak mayat dan menyalatkannya. Jika hak itu sampai
ketinggalan, dan penyelesaiannya tidak sempurna, maka agama melarang dan tidak menyukai menguburkannya di waktu bahkan
hari. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dari Jabir ra : " Janganlah
kamu menguburkan mayatmu di malam hari, kecuali jika engkau dalam keadaan
terpaksa. "
B. Memakamkan waktu terbit
waktu istiwa 'dan terbenamnya matahari. Para ulama sependapat bahwa jika dikhawatirkan membusuknya
mayat, maka bisa dikuburkan pada ketiga waktu ini tanpa dimakruhkan. Tapi jika
tak ada kekhawatiran mayat itu akan berubah, maka menurut jumhur dapat
menguburkannya pada waktu-waktu tersebut . Adapun jika disengaja, maka hukumnya
menjadi makruh. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Ash-habus Sunan dari 'Uqbah , katanya:
"Ada tiga saat yang pada waktu itu kami dilarang oleh Nabi saw. buat
melakukan shalat atau menguburkan mayat, yaitu tepat waktu terbitnya matahari
sampai ia naik, ketika tepat tengah hari sampai ia tergelincir dan ketika
hampir terbenamnya matahari sampai ia terbenam. "
2. Sunnah-Sunnah Dalam Menguburkan Jenazah
A. Memperdalam kubur.
Tujuan menguburkan mayat adalah
untuk menutupinya dalam sebuah lobang agar tidak menyebarkan bau dan untuk
menjaganya dari binatang buas dan burung-burung. Maka jika tujuan ini telah
terpenuhi, namun cara dan bentuknya, berarti lepaslah tugas dan bebas
kewajiban. Hanya seyogianya kubur itu didalamkan sampai setinggi tegak,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Nasa'i dari Hisyam bin 'Amr dan juga
oleh Turmudzi yang menyatakan sahnya, katanya : "Kami mengadu kepada
Rasulullah saw. di waktu perang Uhud: 'Ya Rasulullah, sulit bagi kami untuk
menggali kuburan buat masing-masing mayat '. Maka Nabi saw. bersabda:' Buat
galian, dalamkan, rapikan, dan tanamlah dua atau tiga orang dalam satu kuburan
'! Tanya orang-orang itu:' Siapakah yang akan kami usahakan, ya Rasulullah '?
Ujarnya:' Dahulukan lah yang lebih banyak hafal akan Al-Qur'an '. Dan bapakku termasuk salah seorang yang
ditanamkan dalam sebuah kuburan yang memuat tiga jenazah. "
B. Menghadapkan mayat ke arah kiblat
mendoakannya dan melepaskan
tali-tali kain kafan : Menurut sunnah yang terjadi, harus mayat itu dibaringkan
dalam kuburnya pada sisi yang kanan, dengan mukanya ke arah kiblat. Dan orang
yang menaruhnya harus membaca: "Bismillah
wa 'alaa millati (sunnati) Rasulullah" Artinya: Dengan nama Allah,
dan menuruti agama (sunnah) Rasulullah. "Dan sementara itu harus
diuraikannya tali temali kafan. diterima dari Ibnu Umar, katanya: " Bahwa Nabi saw.
bila meletakkan mayat ke dalam kubur, ia mengucap: 'Bismillah, wa ala millati
Rasulullah' atau 'wa' alaa - sunnati Rasulullah '. " (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud,
Turmudzi dan Ibnu Majah, juga oleh Nasa'i baik secara musnad maupun mauquf ).
C. Menyapu kubur dengan telapak tangan tiga kali.
Disunahkan bagi orang yang
menyaksikan pemakaman mayat, buat menyapu makam dari arah kepala mayat sebanyak
tiga kali. Berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah :
"Bahwa Nabi saw. menyalatkan satu jenazah, kemudian mendatangi kuburnya
dan menyapunya dari arah kepala sebanyak tiga kali."
D. Berdo'a bagi mayat selesai dimakamkan.
Disunatkan memohonkan ampun bagi mayat dan minta dikuatkan pendiriannya setelah ia
selesai dimakamkan, karena pada saat itu ia sedang dalam kubur. Diterima dari
Utsman katanya: "Bila selesai menguburkan mayat, Nabi saw. berdiri di
depannya dan bersabda: "Mohonkanlah ampun bagi saudaramu, dan mintalah
dikuatkan hatinya, karena sekarang ini ia sedang ditanya." (Diriwayatkan
oleh Abu Daud dan Hakim yang menyatakannya sah, juga oleh Bazzar yang
mengatakan: " Tak ada riwayat lain dari Nabi saw. kecuali dari jalan ini.
" ) Dan diriwayatkan oleh Razin dari Ali, bahwa setelah selesai menguburkan mayat itu biasa berdoa
" - Ya Allah, ini adalah hamba-Mu yang datang berdiam kepda-Mu, dan Engkau
adalah sebaik-baik tempat berdiam, maka ampunilah dia dan lapangkanlah
tempatnya! " Ibnu Umar menganggap sunah membaca awal surat Al-Baqarah dan
akhirnya di kubur selesai mayat dimakamkan. ( Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan
sanad yang hasan.)
3. Penguburan Dalam Kondisi Darurat
A. Memakamkan beberapa mayat dalam satu liang kubur.
Menanam beberapa mayat dalam satu
liang hukumnya dimakruhkan , kecuali jika hal itu mengalami kesulitan, misalnya karena banyaknya mayat,
sedikitnya yang menyelenggarakan penguburan atau lemahnya fisik mereka. Maka
dalam kondisi seperti ini, bisa menanam beberapa mayat dalam satu liang.
Berdasarkan hadits yang lalu yang diriwayatkan oleh Ahmad, juga oleh Turmudzi
yang menyatakan sahnya, artinya: " Orang-orang Anshar datang mendapatkan
Nabi saw. waktu perang Uhud, kata mereka: 'Ya Rasulullah, kita telah letih dan
banyak yang luka-luka, bagaimana seharusnya kami lakukan menurut Anda? Ujarnya:
"Galilah kubru-kubur yang dalam dan lebar dan tanam dua atau tiga mayat
dalam satu liang 'Tanya mereka pula:" Siapakah yang harus kami dahulukan'?
Ujarnya: 'Yang lebih banyak hafal Al-Qur'an'. " Dan diriwayatkan pula oleh
Abdur-Razak dari Wasilah bin Asqa ' dengan sanad yang hasan: " Bahwa pernah
seorang laki-laki dan seorang wantia dikuburkan di satu liang, pertama
dimasukkan laki-laki, kemudian di belakangnya wanita, "
B. Mayat ditengah laut.
Berkata
direktur buku Al Mughni :" Jika ada yang meninggal di kapal di tengah laut, maka menurut Ahmad ra harus tertunda
penguburannya jika diharapkan ada tempat di darat yang dapat dicapai dalam
waktu sehari-dua, selama tidak dikhawatirkan rusaknya mayat. Jika tak ada
tempat itu harus mayat dimandikan, dikafani, dibalsam dan dishalatkan, kemudian
diberati dengan sesuatu benda lalu dijatuhkan ke air. Juga ini merupakan
pendapat 'Atha' dan Hasan. Kata Hasan : "Dimasukkan ke dalam karung lalu
dijatuhkan ke laut."
1. Menurut Syafi'i,
dikebatkan mayat itu antara dua bilah papan agar dibawa ombak ke tepi pantai.
Mungkin ia ditemukan oleh orang-orang yang akan menguburkannya di darat. Tetapi
jika ia dijatuhkan ke laut saja, maka tidaklah berdosa.
2. Pendapat pertama lebih utama, karena
dengan demikian maksud menutupi mayat yang hendak dicapai dengan menguburkannya
telah berhasil. Beda halnya dengan mengikatkannya pada papan, karena akan
menyebabkan busuk atau rusak. Dan mungkin pula mayat itu akan terdampar di
pantai, dalam kondisi memalukan dan telanjang, atau siapa tahu jatu ke tangan
orang-orang musyrik. Allahu a'lam.
ุณุจุญุงูู ุงูููู
ูุจุญู
ุฏู
ุฃุดูุฏ ุฃู ูุง ุฅูู ุฅูุง ุฃูุช ุฃุณุชุบูุฑู ูุฃุชูุจ ุฅููู
"Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu. "
"Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu. "
4. Adab Saat Mengantar Jenazah
A. Bersikap Tenang.
Hendaknya
bersikap tenang dan diam ketika mengantar jenazah ke makam. Imam Nawawi
berkata, " Ketahuilah, sesungguhnya yang benar adalah bersikap tenang
ketika mengantarkan jenazah, sebagaimana yang dipraktekkan oleh kalangan salaf.
Tidak perlu mengeraskan suara dengan bacaan al-Qur'an, zikir, atau bacaan yang
lain. Hal ini dianjurkan karena akan membuat jiwa seseorang lebih tenang dan
pikirannya lebih terfokus pada hal-hal yang berkaitan dengan jenazah, dan
inilah yang dituntut dalam kondisi tersebut. " (dalam Kitab Asna
al-Muthalib Syarh Raud ath-Thalib).
B. Disegerakan.
Bila
yang meninggal orang saleh, hendaknya disegerakan. Di dalam sebuah Hadits,
Rasulullah bersabda, " Bila jenazah diangkat dan orang-orang mengusungnya
di atas pundak, maka bila jenazah itu baik, dia berkata, 'percepatlah
perjalananku.' Sebaliknya, bila jenazah itu tidak baik, dia akan berkata,
'Celaka! mau dibawa ke mana aku? ' Semua makhluk mendengar suaranya kecuali
manusia. Bila manusia mendengarnya, pasti pingsan.
" (Riwayat Bukhari dan Muslim).
C. Berdiri Sejenak Di Sisi Kuburan.
Orang-orang
yang mengantar jenazah, setelah memakamkan hendaknya berdiri sejenak di sisi
makam guna mendoakannya. Utsman RA berkata, " Nabi jika selesai menguburkan
jenazah beliau berdiri sejenak dan bersabda, 'Mohonlah ampunan bagi saudara
kalian dan mintalah keteguhan untuknya, karena dia sekarang sedang ditanya '.
" (Riwayat Abu Daud dan shahih menurut Hakim).
D. Menaburkan Tanah Seteleh Pemakaman.
Dalam
Hadits Ibnu Majah kitab Janaiz (catatan tentang jenazah) yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah, pada suatu saat Nabi Muhammad ta'ziah
(melayat) terhadap sahabatnya yang meninggal. Setelah menshalatkannya kemudian
ia ikut mengantar jenazah ke kuburan. Setelah dikubur, kemudian beliau
mendatangi makam tersebut sambil menggenggam tanah dan menaburkannya di atas
kuburan sebanyak 3 kali. Dimulai dari arah kepala.
E. Nasehat Kematian dan Kehidupan Akhirat.
Sebelum
berdoa, dapat menyampaikan nasihat
singkat
tentang kematian dan kehidupan akhirat. Hal ini dimaksudkan agar jiwa
orang-orang yang hadir menjadi lebih tenang dan lebih siap untuk bermunajat
kepada Allah. Diriwayatkan dari Ali ra. dia berkata, " Kami sedang
menghadiri pemakaman jenazah di Baqi 'Gharqad. Kemudian Nabi datang lalu duduk
dan kami pun duduk di sekitar beliau. Dia memegang sebuah tongkat pendek. Dia
menunduk dan mematuk-matukkan ujung tongkat pendek itu ke tanah. Beliau lalu
bersabda: 'Tidak ada seorangpun dari kalian, tidaklah ada jiwa yang diciptakan,
kecuali telah ditentukan tempatnya di surga atau di neraka, dan telah
ditetapkan sebagai orang celaka atau bahagia.' Seorang sahabat berkata, 'Wahai
Rasulullah, kalau begitu apakah kita tidak sebaiknya menyerahkan diri pada
ketetapan itu'. Beliau menjawab, 'Bekerjalah, karena setiap orang dimudahkan
untuk beramal sesuai dengan apa yang dia diciptakan untuknya'. " (Muttafaq
Alaih).
F. Mengambil Pelajaran.
Hendaknya
para pengantar mengambil pelajaran berharga atas pengalamannya mengusung dan
mengantarkan jenazah. Nabi bersabda: " Jenguklah orang sakit dan iringilah
jenazah, dengan demikian kalian akan mengingat akhirat. " (Riwayat Ahmad )
5. Dimakruhkan Saat Mengantar Jenazah
A. Berdzikir keras,
membaca
sesuatu atau pekerjaan-pekerjaan lainnya dengan suara keras. Berkata Ibnul
Mundzir: "Kami mendapat riwayat dari Qeis bin 'Ibad yang mengatakan bahwa
sahabat-sahabat Rasulullah saw. tidak menyukai mengeraskan suara pada tiga hal:
memenuhi jenazah, ketika berdzikir, dan sewaktu berperang. Dan dianggap makruh
oleh Sa'id bin Musaiyab, Sa'id bin Jubeir, hasan, Nakh'i, Ahmad dan ishak bila
seorang mengucapkan di belakang jenazah. Berkata Fudheil bin 'Amar :
"Sementara Ibnu
Umar memenuhi jenazah, tiba-tiba terdengar olehnya
seseorang mengucapkan 'Istaghfirullah', mudah-mudahan Allah mengampuninya!
"Maka kata Ibnu Umar:" Semoga Allah tidak akan memberi ampunan
bagimu! " Berkata Nawawi: "Ketahuilah bahwa yang benar adalah seperti
yang dilakukan oleh Salaf - orang-orang yang terdahulu - berupa berdiam diri
sewaktu mengiringkan jenazah, sampai tak mengeluarkan suara keras, baik membaca
sesuatu, berdzikir dan sebagainya.
B. Mengiringkannya dengan perapian,
karena
itu merupakan suatu perbuatan jahiliyah. Berkata Ibnul Mundzir: "
Hal itu dianggap makruh oleh paa anggota yang dikenal. " Tapi seandainya
pemakaan dilakukan malam hari, sampai membutuhkan penjelasan, maka tak ada
salahnya. Diriwayatkan oleh Turmudzi dari Ibnu
Abbas : " Bahwa Nabi saw. pernah memasuki suatu
kuburan di malam hari, maka dinyalakan lampu. "Katanya pula:" Hadits
Ibnu Abbas ini adalah hadits hasan"
C. Duduknya si pengiring sebelum jenazah ditaruh di bumi.
Berkata
Bukhari: " Barang siapa mengiringkan jenazah, janganlah ia duduk sebelum
ditempatkan dari bahu orang-orang yang memikul. Jika ada yang duduk, maka harus
disuruh berdiri! " Lalu diriwayatkannya dari Abu Sa'id al Khudri ra hadits Rasulullah saw.: "Jika kamu melihat jenazah, harus berdiri! Dan siapa yang
mengiringkannya, janganlah ia duduk sebelum ditempatkan. "
D. Berdiri ketika jenazah lewat.
Berdasarkan
apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Waqid bin'Amar bin Sa'ad bin Mu'adz yang
menceritakan: "Saya lihat jenazah lewat di bani salamah, lalu saya
berdiri. Maka berkatalah Nabi bin Jubeir:" Duduklah, dan saya akan
menjelaskan pada Anda keterangan yang sah tentang masalah ini '. " Mas'ud
bin Hakim ar-Rusqi menyampaikan padaku bahwa ia mendengar Ali bin Abi Thalib ra.
berkata: " Dulu Nabi saw. menyuruh kami berdiri bila jenasah lewat,
kemudian setelah itu ia duduk dan menyuruh kami untuk duduk '" Hadits ini
juga diriwayatkan oleh Muslim dengan kalimat yang berbunyi sebagai berikut:
"Kami lihat Nabi saw. berdiri, maka kamipun berdirilah, lalu ia duduk,
maka kami duduk pula "- - artinya bila ada jenazah. Menurut Turmudzi,
hadits Ali ini hasan lagi shahih dan pada sanadnya ada empat orang tabi'in yang
beberapa orang diantara mereka meriwayatkan dari lainnya, hingga menjadi
praktek bagi sebagian anggota. Dan menurut Syafi'i,
hadits tersebut adalah yang paling sah tentang masalah ini . Hadits ini juga
membatalkan - nasakh - hadits pertama: " Jika kamu melihat jenazah,
kamu harus berdiri! " Berkata Ahmad: "Jika suka, ia bisa berdiri, dan
bisa pula tidak. " Sebagai alasannya adalah karena sebagaimana
diriwayatkn, Nabi sw. awalnya berdiri, kemudian baru duduk. " Demikianlah
pula pendapat Ishak bin Ibrahim.
E. Mengiringi jenazah bagi wanita.
berdasarkan
hadits dari Ummu 'Athiyyah, katanya: " Kami dilarang buat mengiringkan
jenazah, tetapi tidaklah dikerasi. " (Riwayat Ahmad, Bukhari dan Ibnu
Majah). Menganngap makruh ini adalah madzhab Ibnu
Mas'ud,Ibnu Umar, Abu Umamah, 'Aisyah, Masruq. Hasan, Nakh'i,
Auza'i, Ishak dan golongan-golongan Hanafi, Syafi'i, dan Hambali.
1. Pendapat
Malik sama
sekali tidaklah makruh bila wanita yang telah berumur pergi mengantar jenazah,
begitu juga bila wanita yang masih muda usia mengantar jenazah seseorang yang
kematiannya dirasakannya sebagai musibah besar
atas dirinya, dengan syarat ia pergi itu secara sembunyi-sembunyi dan tidak
akan mengakibatkan timbulnya fitnah .
2. Ibnu
Hazmin berpendapat bahwa alasan yang dipakai oleh jumhur itu tidaklah sah dan
baginya tak ada salahnya bagi wanita mengiringkan jenazah. " Bagi kami
tidaklah makruh hukumnya bila wanita mengantarkan jenazah, dan kami tidak
melarang mereka berbuat itu. Keterangan-keterangan yang melarangnya tidak satu
pun yang sah, karena kalau tidak mursal, maka diterima dari orang yang
tidak dikenal atau yang tak dapat dipercaya ucapannya. " Bahkan ada
keterangan sah yang bertentangan dengan itu, yakni yang diriwayatkan dari jalan
Syu'bah bin Waki ' yang diterimanya dari Hisyam bin 'Urwah dari Wahab bin
Kaisan, berikutnya dari Muhammad bin 'Amar bin' Atha yang diterimanya dari
Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. sedang mengantarkan jenazah, tiba-tiba
Umar melihat seorang wanita, maka ia berseru memanggilnya. Maka sabda Nabi
saw.: 'Biarkanlah itu, hai Umar, karena air mata bisa mengucur dan jiwa menderita,
sedang saat yang dijanjikan tidaklah jauh'. Katanya pula: 'Menurut keterangan
yang sah, Ibnu Abbas juga tidak menganggapnya makruh '. " Allahu
a'lam.
Tata cara Pemakaman :
1. Letakkan usungan keranda Janazah di sebelah liang kubur yang longgar.
2. Dibuka tutup keranda
dan selubung jenazah.
3. Dua/tiga orang lelaki,
dari keluarga jenazah terdekat dan diutamakan yang tidak junub pada malam hari,
sebelumnya.masuk dalam liang kubur dengan berdiri, menyiapkan diri menerima
jenazah.
4. Masukkan jenazah dari arah kaki , didahulukan kepalanya dimasukkan (dari arah selatan)
5. Letakkan jenazah
secara membujur, arah kepala di sebelah barat, dan badan jasadnya ihadapkan miring/serong, mukanya menghadap
kiblat.
6. Lepaskan semua ikatan
tali, serta dilonggarkan kain kafannya (pipi pelipis tidak harus meneyentuh
tanah).
7. Letakkkan gumpalan
tanah sebagai penyangga di bagian belakang badan, kepala, pinggang, perut,
kaki, agar jasad tidak terlentang.
8. Tutuplah rongga dengan
rapat dengan kayu atau batu untuk kemudian ditimbuni tanah yang cukup padat dan
rapat.
9. Buatlah onggakan
gundukan tanah asal tidak melebihi sejengkal tangan tingginya.
10. Para pelayat
diutamakan turut serta menimbuni tanah dengan tiga kali taburan tanah.
Catatan:
1.
Disunahkan berdo'a setelah selesai penguburan sebelum meninggalkan
kuburan dengan harapan siap menjawab pertanyaan Malaikat Mungkar - Nakir.
2. Setiap mengangkat dan
meletakkan mayat hendaklah diiringi do'a "Bismillah wa'ala millati
rosulillah" Artinya : Dengan nama Allah serta mengikuti tuntunan Rasullah
S.A.W.
3. Do'a selesai penguburan :
"Ya allah,ampunilah dia dan kasihinilah dia dan sejahterakanlah dia dan
maafkanlah dia dan tempatkanlah dia di tempat yang terhormat, dan lapangkanlah
empatnya, dan empukkanlah bumi tempat tidurnya dan jauhkanlah dia darisiksaan
kubur, dan lindungilah
dia dari siksaan neraka, Ya allah tetapkanlah dia dengan perkataan yang benar di dunia dan khirat.
dia dari siksaan neraka, Ya allah tetapkanlah dia dengan perkataan yang benar di dunia dan khirat.
Doโa seusai pemakaman
ููุงูู ุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู
ููุณููููู
ูุ ุฅูุฐูุง ููุฑูุบู ู
ููู ุฏููููู ุงููู
ููููุชู ูููููู ุนูููููููุ ููููุงูู:
ยซุงุณูุชูุบูููุฑููุง ููุฃูุฎููููู
ูุ ููุณููููุง ูููู ุจูุงูุชููุซูุจููุชูุ ููุฅูููููู ุงููุขูู
ููุณูุฃูููยป
Nabi shallallahu โalaihi wa sallam
apabila selesai memakamkan jenazah, beliau berdiri di samping kuburannya, lalu
bersabda:
ุงุณูุชูุบูููุฑููุง ููุฃูุฎููููู
ูุ ููุณููููุง ูููู
ุจูุงูุชููุซูุจููุชูุ ููุฅูููููู ุงููุขูู ููุณูุฃููู
โMintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mintalah
keteguhan untuknya. Karena saat ini dia sedang diuji.โ (HR. Abu Daud 3221,
al-Hakim 1372, al-Baghawi dalam Syarhus Sunah 1523, dan sanadnya dishahihkan
ad-Dzahabi).Lafadz Doanya
Berdasarkan hadis di atas, seusai memakamkan jenazah, kita bisa membaca:
ุงููููููู
ูู ุงุบูููููุฑู ูููููู
ALLAHUM-MAGHFIR LAHUU (Ya Allah, ampunilah dia)
ุงููููููู
ูู ุซููููุจููููููุชููู
ALLAHUMM TSABBIT HUU (Ya Allah, berilah keteguhan
kepadanya).Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
ุจุงุจ ุงููููู ุจุนุฏ ุฏูู ุงูู
ูุช ูุงูุฏุนุงุก ูู ูุงูุงุณุชุบูุงุฑ
ูู ูุฐูู ุฃู ุงูู
ูุช ุฅุฐุง ุฏูู ูุฅูู ูุฃุชูู ู
ููุงู ูุณุฃูุงู ุนู ุฑุจู ูุฏููู ููุจูู ููุงู ุงููุจู
ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
ุฅุฐุง ูุฑุบ ู
ู ุฏูู ุงูู
ูุช ููู ุนููู ูุนูู ุนูุฏู ููุงู ุงุณุชุบูุฑูุง ูุฃุฎููู
ูุงุณุฃููุง ูู ุงูุชุซุจูุช ูุฅูู ุงูุขู ูุณุฃู ููุณู ููุฅูุณุงู ุฅุฐุง ูุฑุบ ุงููุงุณ ู
ู ุฏูู ุงูู
ูุช ุฃู
ููู ุนูุฏู ููููู ุงูููู
ุงุบูุฑ ูู ุซูุงุซ ู
ุฑุงุช ุงูููู
ุซุจุชู ุซูุงุซุง ูุฃู ุงููุจู ุตูู ุงููู ุนููู
ูุณูู
ูุงู ุบุงูุจ ุฃุญูุงูู ุฅุฐุง ุฏุนุง ุฏุนุง ุซูุงุซุง ุซู
ููุตุฑู ููุง ูุฌูุณ ุจุนุฏ ุฐูู ูุง ููุฐูุฑ ููุง
ูููุฑุงุกุฉ ููุง ููุงุณุชุบูุงุฑ ููุฐุง ุฌุงุกุช ุจู ุงูุณูุฉ
Bab tentang
berdiri sejenak seusai pemakaman mayit, mendoakannya dan memohonkan ampunan
untuknya. Ketika mayit usai dimakamkan, akan datang dua malaikat yang bertanya:
โSiapa Rabmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?โ Karena itu, kebiasaan Nabi
shallallahu โalaihi wa sallam seusai memakamkan jenazah, beliau diam sejenak di
samping kuburan. Lalu bersabda, โ Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan
mintalah keteguhan untuknya. Karena saat ini dia sedang ditanya.โ
Untuk itu, dianjurkan bagi kita
seusai memakamkan jenazah, agar kita berdiri di sampingnya dan membaca:
ALLAHUM-MAGHFIR LAHUU (3 kali),
dan ALLAHUMM TSABBIT HUU (3 kali).
Karena Nabi shallallahu โalaihi
wa sallam seringkali ketika berdoa, beliau ulangi 3 kali. Setelah itu, beliau
meninggalkan tempat itu dan tidak duduk seusai pemakaman. Baik untuk dzikir,membaca
al-Quran, maupun istighfar. Demikian yang sesuai sunnah. (Syarh Riyadhus
Sholihin, 4/562).
Apakah Boleh Berjamaah?
Dalam hadis Utsman di atas,
Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam hanya memerintahkan para
sahabat untuk mendoakan jenazah, dan BUKAN memimpin doa, kemudian para sahabat
mengaminkan. Disimpulkan dari sini, para ulama menegaskan bahwa yang sesuai
dalil, doa itu dilakukan sendiri-sendiri dan tidak berjamaah.
Lalu bagaimana jika dilakukan berjamaah: satu berdoa dan
yang lain mengaminkan.Ketika ditanya tentang doa jamaah di kuburan, Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
ููุณ ูุฐุง ู
ู ุณูุฉ ุงูุฑุณูู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู
ููุณููููู
ู ุ ููุง ู
ู ุณูุฉ ุงูุฎููุงุก ุงูุฑุงุดุฏูู ุฑูุถููู ุงูููููู ุนูููููู
ุ ูุฅูู
ุง ูุงู
ุงูุฑุณูู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู
ู ูุฑุดุฏูู
ุฅูู ุฃู ูุณุชุบูุฑูุง ููู
ูุช ููุณุฃููุง
ูู ุงูุชุซุจูุช ุ ูููู ุจููุณู ุ ูููุณ ุฌู
ุงุนุฉ
Semacam ini tidak sesuai sunah Rasulullah shallallahu
โalaihi wa sallam, tidak pula ajaran para al-Khulafaโ ar-Rosyidun radhiyallahu
โanhum. Namun Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam hanya
membimbing mereka untuk memintakan ampun bagi jenazah dan memohon keteguhan
untuknya. Masing-masing membaca sendiri, dan tidak dilakukan secara berjamaah.
(Fatawa al-Janaiz, hlm. 228, dinukil dari Fatwa Islam, no. 48977).
Kemudian, mengenai kasus yang ada di lapangan, Imam Ibnu
Baz memberikan rincian,
- Jika itu dilakukan di luar kesengajaan, dimana ada orang yang berdoa, kemudian beberapa orang yang mendengar doanya di sampingnya mengaminkannya, semacam ini diperbolehkan. Sehingga nanti bisa jadi tidak satu doa yang diaminkan, tapi bisa banyak doa yang diaminkan. Karena pada asalnya, orang ini doa sendiri dengan suara lirih, kemudian diaminkan orang di sekitarnya yang mendengar.
- Jika itu dilakukan dengan sengaja, dalam arti ada satu orang yang ditunjuk khusus untuk berdoa, kemudian yang lain mengaminkan, maka model semacam ini tidak ada dalilnya. Baik dari Nabi shallallahu โalaihi wa sallam maupun para sahabat.
Penutup
Kesimpulan
Sesuai dengan penjelasan yang sudah ada
diatas, maka kami menyimpulkan bahwa dalam proses pemakaman ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan yaitu waktu memakamkan, kondisi darurat atau tidaknya,
adab saat mengantar jenazah, sampai hal hal Sunnah dan makruhnya serta harus
memperhatikan tata cara dalam memakamkn jenazah tersebut.
Lihat Video di Bawah ini:
Lihat Video di Bawah ini:
Referensi :
http://www.binbaz.org.sa/mat/10063
http://www.jadipintar.com/
Baca Juga : Tata Cara Sholat Jenazah
Semoga Bermanfaat
Salam Tukang Copas
Baca Juga : Tata Cara Sholat Jenazah
Semoga Bermanfaat
Salam Tukang Copas
EmoticonEmoticon